Senin, 27 Februari 2012

Wayang, Asal Usul Sejarah serta Perbedaannya

WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh punakawan dalam pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
 
Asal Usul
Krukshetra Wars
 
Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain. Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakimpoi berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakimpoi, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In dia, adalah Baratayuda Kakimpoi karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawa yang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah pertunjukan wayang. Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone sia halaman 987.

Kata `wayang' diduga berasal dari kata `wewayangan', yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.

Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit. Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.

Perbedaan Wayang dalam Budaya Hindu dan Di Masa Islam

Cerita Mahabarata memang berasal dari India yang notabene adl pemeluk agama Hindu. Tetapi Mahabarata juga sudah dikenal di Indonesia sejak sebelum Sunan Kalijaga menciptakan pementasan Wayang Kulit untuk pertama kali. Pada waktu itu Sunan Kalijaga memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam cerita mahabarata, seperti : 
 
1. Pusaka andalan para Pandawa adalah Jamus Kalimasada = Kalimat Sahadat...

2. Penanggalan yg digunakan oleh para Pandawa adalah penanggalan hijriah, sedangkan kurawa menggunakan penanggalan India (lunisolar) yg dalam 1 tahun terdapat selisih 11 hari (bisa dibuktikan berdasarkan cerita mahabarata)...

3. Dewi Drupadi dalam cerita mahabarata yg asli dr India merupakan istri dari kelima pandawa (yudhistira, bima, arjuna, nakula, sadewa), sedangkan dalam mahabarata versi Indonesia merupakan istri dari Yudhistira karena dalam Islam tidak mengenal Poliandry.

4. Dalam Mahabarata asli India dewa tertinggi adalah (Syiwa, Wisnu, dan Brahma). Sedangkan dalam Mahabarata versi Indonesia terdapat karakter Dewa Ruci (dikenal dengan nama Sang Hyang Wenang atau Sang Hyang Tunggal) yg merupakan dewa dari para dewa.

5. Yang menjadi ciri khas pengaruh Islam dalam pewayangan adalah diajarkannya egaliterialisme yaitu kesamaan derajat manusia di hadapan Allah dengan dimasukannya tokoh-tokoh punakawan seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Semar (Sang Hyang Ismaya) dalam cerita mahabarata versi Indonesia merupakan kakak dari dewa Syiwa. Semar dalam versi Indonesia diceritakan menolak untuk dijadikan raja dari para dewa di kahyangan dan lebih memilih untuk menjadi manusia biasa sebagai batur (pembantu) dari para pandawa.  Disini diceritakan bahwa Semar jauh lebih sakti dari dewa Syiwa, setiap dewa Syiwa mau menghukum Pandawa, Semar selalu membela pandawa dan dewa Syiwa benar-benar takut apabila disuruh berhadapan dengan Semar (dalam cerita mahabarata versi Indonesia, dewa Syiwa digambarkan sebagai karakter egois yang selalu ingin menang sendiri)

6. Pada sekitar abad 15, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.

Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.

Nama-nama candi peninggalan kerajaan Kalingga dan nama tempat yg terletak di dataran tinggi Dieng di Kab Wonosobo dan  Banjarnegara semuanya berasal dari  dunia pewayangan. misalnya :

1. Candi Gatotkaca, candi Arjuna, candi Semar, candi Srikandi (istri arjuna), candi Puntadewa (yudhistira), candi Sembadra (istri arjuna), candi Bima.

2. Kawah Candradimuka (bener kawah), Sumur Jalatunda (kaldera dengan tebing yg curam dan danau di dasarnya)

3. Goa Semar (goa vulkanik dengan bau belerang yg sangat menyengat, serasa berada di puncak gunung Merapi), telaga Merdada (danau vulkanik)

Masyarakat setempat beranggapan bahwa dieng plateau adalah tempat asal muasal dari cerita pewayangan...
 
Sumber:
http://www.bangdex.com/2011/03/wayang-asal-usul-sejarah-serta.html
 


Semar Dalam Pewayangan Jawa

Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sansekerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa.

Sejarah Semar

Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439.

Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sahadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.

Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah Sudamala.

Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, raja para dewa.


Asal-Usul dan Kelahiran

Lukisan Semar gaya Surakarta.Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.

Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yeng bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.

Bentuk Fisik Semar

Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.

Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.


Keistimewaan Semar

Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang Baratayuda menurut versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.

Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama kisah Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri Rama ataupun Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.

Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah - yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar - mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.

Sumber:
http://my.opera.com/ndok%20sawah/blog/semar-dalam-pewayangan-jawa

Perang Nuklir Zaman Prasejarah




# Epos Mahabarata
Kisah ini menceritakan konflik hebat keturunan Pandu dan Dristarasta dalam memperebutkan takhta kerajaan. Menurut sumber yang saya dapatkan, epos ini ditulis pada tahun 1500 SM. Namun fakta sejarah yang dicatat dalam buku tersebut masanya juga lebih awal 2.000 tahun dibanding penyelesaian bukunya. Artinya peristiwa yang dicatat dalam buku ini diperkirakan terjadi pada masa ±5000 tahun yang silam.
Buku ini telah mencatat kehidupan dua saudara sepupu yakni Kurawa dan Pandawa yang hidup di tepian sungai Gangga meskipun akhirnya berperang di Kurukshetra. Namun yang membuat orang tidak habis berpikir adalah kenapa perang pada masa itu begitu dahsyat? Padahal jika dengan menggunakan teknologi perang tradisional, tidak mungkin bisa memiliki kekuatan yang sebegitu besarnya.

Spekulasi baru dengan berani menyebutkan perang yang dilukiskan tersebut, kemungkinan adalah semacam perang nuklir! Perang pertama kali dalam buku catatan dilukiskan seperti berikut ini: bahwa Arjuna yang gagah berani, duduk dalam Weimana (sarana terbang yang mirip pesawat terbang) dan mendarat di tengah air, lalu meluncurkan Gendewa, semacam senjata yang mirip rudal/roket yang dapat menimbulkan sekaligus melepaskan nyala api yang gencar di atas wilayah musuh. seperti hujan lebat yang kencang, mengepungi musuh, dan kekuatannya sangat dahsyat. Dalam sekejap, sebuah bayangan yang tebal dengan cepat terbentuk di atas wilayah Pandawa, angkasa menjadi gelap gulita, semua kompas yang ada dalam kegelapan menjadi tidak berfungsi, kemudian badai angin yang dahsyat mulai bertiup wuuus..wuuus.. disertai dengan debu pasir. Burung-burung bercicit panik seolah-olah langit runtuh, bumi merekah. Matahari seolah-olah bergoyang di angkasa, panas membara yang mengerikan yang dilepaskan senjata ini, membuat bumi bergoncang, gunung bergoyang, di kawasan darat yang luas, binatang-binatang mati terbakar dan berubah bentuk, air sungai kering kerontang, ikan udang dan lainnya semuanya mati. Saat roket meledak, suaranya bagaikan halilintar, membuat prajurit musuh terbakar bagaikan batang pohon yang terbakar hangus.
Jika akibat yang ditimbulkan oleh senjata Arjuna bagaikan sebuah badai api, maka akibat serangan yang diciptakan oleh bangsa Alengka juga merupakan sebuah ledakan nuklir dan racun debu radioaktif.

Gambaran yang dilukiskan pada perang dunia ke-2 antara Rama dan Rahwana lebih membuat orang berdiri bulu romanya dan merasa ngeri: pasukan Alengka menumpangi kendaraan yang cepat, meluncurkan sebuah rudal yang ditujukan ke ketiga kota pihak musuh. Rudal ini seperti mempunyai segenap kekuatan alam semesta, terangnya seperti terang puluhan matahari, kembang api bertebaran naik ke angkasa, sangat indah. Mayat yang terbakar, sehingga tidak bisa dibedakan, bulu rambut dan kuku rontok terkelupas, barang-barang porselen retak, burung yang terbang terbakar gosong oleh suhu tinggi. Demi untuk menghindari kematian, para prajurit terjun ke sungai membersihkan diri dan senjatanya.
Ada beberapa penelitian yang berusaha menguak tabir misteri kehidupan manusia di masa lampau ini. Tentang bagaimana kehidupan sosial hingga kemajuan ilmu dan teknologi mereka. Beberapa waktu belakangan banyak hasil penelitian yang mengejutkan. Dan dari berbagai sumber yang telah saya pelajari, secara umum penggambaran melalui berbagai macam teori dan penelitian mengenai subyek ini telah pula memberikan beberapa bahan kajian yang menarik, antara lain adalah:

Permulaan sebelum dua milyar tahun hingga satu juta tahun dari peradaban manusia sekarang ini teryata telah terdapat peradaban manusia. Dalam masa-masa yang sangat lama ini terdapat berapa banyak peradaban yang demikian maju namun akhirnya menuju pada sebuah kebinasaan? Dan penyebab kebinasaan itu adalah tiada lain akibat peperangan yang pernah terjadi.

Atlantis dan Dinasti Rama pernah mengalami masa keemasan (Golden Age) pada saat yang bersamaan (30.000-15.000 SM). Keduanya sudah menguasai teknologi nuklir. Keduanya memiliki teknologi dirgantara dan aeronautika yang canggih hingga memiliki pesawat berkemampuan dan berbentuk seperti UFO (berdasarkan beberapa catatan) yang disebut Vimana (Rama) dan Valakri (Atlantis)
sesuai naskah Plato. Dinasti Rama memiliki tujuh kota besar (Seven Rishi’s City) dengan Penduduk Atlantis memiliki sifat agresif dan dipimpin oleh para pendeta (enlighten priests), ibukota Ayodhya dimana salah satu kota yang berhasil ditemukan adalah Mohenjo-Daroo. Persaingan dari kedua peradaban tersebut mencapai puncaknya dengan menggunakan senjata nuklir.
 Para ahli menemukan bahwa pada puing-puing maupun sisa-sisa tengkorak manusia yang ditemukan di Mohenjo-Daroo mengandung residu radio-aktif yang hanya bisa dihasilkan lewat ledakan Thermonuklir skala besar. Dalam sebuah seloka mengenai Mahabharata, diceritakan dengan kiasan sebuah senjata penghancur massal yang akibatnya mirip sekali dengan senjata nuklir masa kini.
Beberapa Seloka dalam kitab Wedha dan Jain secara eksplisit dan lengkap menggambarkan bentuk dari ‘wahana terbang’ yang disebut ‘Vimana’ yang ciri-cirinya mirip piring terbang masa kini. Sebagian besar bukti tertulis justru berada di India dalam bentuk naskah sastra, sedangkan bukti fisik justru berada di belahan dunia barat yaitu Piramid di Mesir (Foto: relief jenis pesawat di Piramida Mesir di bawah ini) dan Amerika Selatan.
(Vimana)
Dari hasil riset dan penelitian yang dilakukan ditepian sungai Gangga di India, para arkeolog menemukan banyak sekali sisa-sisa puing-puing yang telah menjadi batu hangus di atas hulu sungai. Batu yang besar-besar pada reruntuhan ini dilekatkan jadi satu, permukaannya menonjol dan cekung tidak merata. Jika ingin melebur bebatuan tersebut, dibutuhkan suhu paling rendah 1.800 °C. Bara api yang biasa tidak mampu mencapai suhu seperti ini, hanya pada ledakan nuklir baru bisa mencapai suhu yang demikian.
 
Di dalam hutan primitif di pedalaman India, orang-orang juga menemukan lebih banyak reruntuhan batu hangus. Tembok kota yang runtuh dikristalisasi, licin seperti kaca, lapisan luar perabot rumah tangga yang terbuat dari batuan didalam bangunan juga telah dikacalisasi. Selain di India, Babilon kuno, gurun sahara, dan guru Gobi di Mongolia juga telah ditemukan reruntuhan perang nuklir prasejarah. Batu kaca pada reruntuhan semuanya sama persis dengan batu kaca pada kawasan percobaan nuklir saat ini.

Bukti ilmiah peradaban Veda. Bukti-bukti arkeologis, geologis telah terungkap dari penemuan fosil-fosil maupun artefak- alat yang digunakan manusia pada masa itu telah terbukti menunjukkan bahwa peradaban manusia modern telah ada sekitar ratusan juta bahkan miliaran tahun yang lalu. Bukti-bukti tersebut diungkapkan oleh Michael Cremo, seorang arkeolog senior, peneliti dan juga penganut weda dari Amerika, dengan melakukan penelitian lebih dari 8 tahun.

Dari berbagai belahan dunia termasuk juga dari Indonesia telah dapat mengungkapkan misteri peradaban weda tersebut secara bermakna. Laporan tersebut ditulis dalam beberapa buku yang sudah diterbitkan seperti ; Forbidden Archeology, The Hidden History of Human Race, Human Devolution: A Vedic alternative to Darwin’s Theory, terbitan tahun 2003. Dalam buku tersebut akan banyak ditemukan fosil, artefak- peninggalan berupa kendi, alas kaki, alat masak dan sebagainya yang telah berusia ratusan juta tahun bahkan miliaran tahun, dibuat oleh manusia yang mempunyai peradaban maju, tidak mungkin dibuat oleh kera atau primata yang lebih rendah.

Dari buku-buku tersebut juga ditemukan adanya manipulasi beberapa arkeolog dengan mengubah dimensi waktunya, hal ini bertujuan untuk mendukung teori evolusi Darwin, karena kenyataannya teori evolusi masih sangat lemah. Bukti ilmiah sudah dengan jelas menyatakan bahwa peradaban weda telah ada miliaran tahun. Para ilmuwan telah membuktikan bahwa perang besar di tanah suci Kukrksetra, kota Dwaraka, sungai suci Sarasvati dan sebagainya merupakan suatu peristiwa sejarah, bukan sebagai mitologi. Setiap kali kongres para arkeolog dunia selalu menyampaikan bukti-bukti baru tentang peradaban Barthavarsa purba. Dibawah ini ditampilkan sekelumit dari bukti ilmiah tersebut.

Sebenarnya masih banyak bukti ilmiah lainnya yang menunjukkan peradaban weda tersebut, sehingga Satya yuga, Tretha yuga, Dvapara yuga dan Kali yuga dengan durasi sekitar 4.320.000 tahun merupakan suatu sejarah peradaban manusia modern yang memegang teguh perinsip dharma.

Perang Bharatayuda.

Para arkeolog terkemuka dunia telah sepakat bahwa perang besar di Kuruksetra merupakan sejarah Bharatavarsa (sekarang India) yang terjadi sekitar 5000 tahun yang lalu. Sekarang para peneliti hanya ingin menentukan tanggal yang pasti tentang peristiwa tersebut. Dari hasil pengamatan beserta bukti-bukti ilmiah. Dari berbagai estimasi maka dibuatlah suatu usulan peristiwa-peristiwa sebagai berikut:

* Sri Krishna tiba di Hastinapura diprakirakan sekitar 28 September 3067 SM
* Bhishma pulang ke dunia rohani sekitar 17 Januari 3066 SM
* Balarama melakukan perjalanan suci di sungai Saraswati pada bulan Pushya 1 Nov. 1, 3067 SM
* Balarama kembali dari perjalanan tersebut pada bulan Sravana 12 Dec. 12, 3067 SM
* Gatotkaca terbunuh pada 2 Desember 3067 SM.

Dan banyak lagi penanggalan peristiwa-peristiwa penting sudah di kalkulasi.
* Kota kuno Dvaraka. Demikian juga keberadaan kota Dvaraka yang dulu menjadi misteri, kota tersebut disebutkan dalam Mahabharata bahwa Dvaraka tenggelam di pantai. Doktor Rao adalah seorang arkeolog senior yang dengan tekun menyelidiki dengan “marine archaeology” dan hasilnya ditemukannya reruntuhan kota bawah laut, beserta ornamennya, didaerah Gujarat. Dwaraka, kota kerajaan Sri Krishna masa lalu.

* Sungai Sarasvati. Keberadaan kota purba Harrapa dan Mohenjodaro serta keberadaan sungai suci Sarasvati telah dijumpai dalam Rig Weda, namun tidak diketahui keberadaannya, kemudian oleh NASA dengan pemotretan dari luar angkasa ternyata dijumpai sebuah lembah yang merupakan bekas sungai yang telah mengering, namun dalam kedalaman tertentu masih tampak ada aliran air di wilayah Pakistan yang bermuara ke lautan Arab, arahnya sesuai dengan yang digambarkan dalam sastra.
 
* Jembatan Alengka. Pemotretan luar angkasa yang dilakukan oleh NASA telah menemukan adanya jembatan mistrius yang menghubungkan Manand Island (Srilanka) dan Pamban Island (India) sepanjang 30 Km, dengan lebar sekitar 100 m, tampak pula jembatan tersebut buatan manusia dengan umur sekitar 1.750.000 tahun. Angka ini sesuai dengan sejarah Ramayana yang terjadi pada Tretha yuga. Sekarang sedang diteliti jenis bebatuannya. Jadi Ramayana itu adalah ithihasa (sejarah), bukan merupakan dongeng.
 
Tahun 1972 silam, ada sebuah penemuan luar biasa yang barangkali bisa semakin memperkuat dugaan bahwa memang benar peradaban masa silam telah mengalami era Nuklir yaitu penemuan tambang Reaktor Nuklir berusia dua miliyar tahun di Oklo, Republik Gabon.
* Pada tahun 1972, ada sebuah perusahaan (Perancis) yang mengimpor biji mineral uranium dari Oklo di Republik Gabon, Afrika untuk diolah. Mereka terkejut dengan penemuannya, karena biji uranium impor tersebut ternyata sudah pernah diolah dan dimanfaatkan sebelumnya serta kandungan uraniumnya dengan limbah reaktor nuklir hampir sama. Penemuan ini berhasil memikat para ilmuwan yang datang ke Oklo untuk suatu penelitian, dari hasil riset menunjukkan adanya sebuah reaktor nuklir berskala besar pada masa prasejarah, dengan kapasitas kurang lebih 500 ton biji uranium di enam wilayah, diduga dapat menghasilkan tenaga sebesar 100 ribu watt. Tambang reaktor nuklir tersebut terpelihara dengan baik, dengan lay-out yang masuk akal, dan telah beroperasi selama 500 ribu tahun lamanya.
 Foto: bekas Reaktor Nuklir Berusia 2 Milyar Tahun di Oklo, Republik Gabon.
 
 Semua temuan arkeologis ini sesuai dengan catatan sejarah yang turun-temurun. Kita bisa mengetahui bahwa manusia juga pernah mengembangkan peradaban tinggi di India pada 5.000 tahun silam, bahkan mengetahui cara menggunakan reaktor nuklir, namun oleh karena memperebutkan kekuasaan dan kekayaan serta menggunakan dengan sewenang-wenang, sehingga mereka mengalami kehancuran.
 
Saudaraku, sebagai manusia sekarang, jika kita abaikan terhadap semua peninggalan-peninggalan peradaban prasejarah ini, sudah barang tentu kita pun tidak akan mempelajarinya secara mendalam, apalagi menelusuri bahwa mengapa sampai tidak ada kesinambungannya, lebih-lebih untuk mengetahui penyebab dari musnahnya sebuah peradaban itu. Dan apakah perkembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi kita sekarang akan mengulang seperti peradaban beberapa kali sebelumnya? Betulkah penemuan ini, serta mengapa penemuan-penemuan peradaban prasejarah ini dengan teknologi manusia masa kini begitu mirip? Semua masalah ini patut kita renungkan dalam-dalam sebagai upaya tidak mengulangi kesalahan fatal yang pernah dilakukan.

 


Sumber:
www.misterikita.blogspot.com
www.kalakaygupay.blogspot.com











free counters

selamat datang

Ruang Komunikasi

Pages

Featured Posts Coolbthemes

Senin, 27 Februari 2012

Wayang, Asal Usul Sejarah serta Perbedaannya
WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliput...
Semar Dalam Pewayangan Jawa
Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengas...
Perang Nuklir Zaman Prasejarah
# Epos Mahabarata Kisah ini menceritakan konflik hebat keturunan Pandu dan Dristarasta dalam memperebutkan takhta kerajaan. Menurut s...

 
Template Indonesia | Iqbal's blog
Aku cinta Indonesia